HUKUM PIDANA KHUSUS

HUKUM PIDANA KHUSUS


KORUPSI ADALAH :

Tindakan pejabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri, serta pihak lain yang terlibat dalam tindakan itu yang secara tidak wajar dan tidak legal menyalahgunakan kepercayaan publik yang dikuasakan kepada mereka untuk mendapatkan keuntungan sepihak.


ISI PASAL 11 UU NO 30 TAHUN 2002 TENTANG KPK ;

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf c, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang: a. melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara, dan orang lain yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau penyelenggara negara; b. mendapat perhatian yang meresahkan masyarakat; dan/atau c. menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).


ISI PASAL 2 dan 3 UU NO 31 TAHUN 1999 TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI :


Pasal 2

( Huruf a )

Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain yang suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000.00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

 ( Huruf b )

Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu pidana mati dapat dijatuhkan.


Pasal 3

Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).


PENGERTIAN KPK :

KPK ADALAH : lembaga negara yang dibentuk dengan tujuan meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi

KPK bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya.

Komisi ini didirikan berdasarkan kepada Undang-Undang Republik IndonesiaNomor 30 Tahun 2002 mengenai Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Dalam pelaksanaan tugasnya, KPK berpedoman kepada lima asas, yaitu:  kepastian hukum, keterbukaan, akuntabilitas, kepentingan umum, dan proporsionalitas.

KPK bertanggung jawab kepada publik dan menyampaikan laporannya secara terbuka dan berkala kepada Presiden, DPR, dan BPK.

KPK dipimpin oleh Pimpinan KPK yang terdiri atas lima orang, seorang ketua merangkap anggota dan empat orang wakil ketua merangkap anggota. 

Pimpinan KPK memegang jabatan selama empat tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk sekali masa jabatan. Dalam pengambilan keputusan, pimpinan KPK bersifat kolektif kolegial


PENGERTIAN IN ABSESTIA :

In absentia adalah istilah dalam bahasa Latin yang secara harfiah berarti "dengan ketidakhadiran". Dalam istilah hukum, pengadilan in absentia adalah sebagai upaya mengadili seseorang dan menghukumnya tanpa dihadiri oleh terdakwa tersebut

Dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana Indonesia, hal ini tidak diatur secara jelas, kecuali di dalam pasal 196 dan 214 yang mengandung pengaturan terbatas mengenai peradilan in absentia. Peradilan ini harus memenuhi beberapa unsur, antara lain: karena terdakwa tinggal atau pergi ke luar negeri; adanya usaha pembangkangan dari terdakwa (misalnya melarikan diri); atau terdakwa tidak hadir di sidang pengadilan tanpa alasan yang jelas walaupun telah dipanggil secara sah (pasal 38 UU RI No 31 Tahun 1999).



Selamat dan Semoga sukses.... Semoga Paktile tetap jaya di udara, darat dan laut









HUKUM ISLAM

HUKUM ISLAM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH ACEH




A. PEMBAGIAN TEORI MAQASHID AL-SYARI'AH

1. Al-Dharuriyat

Al-dharuriyat adalah memelihara kebutuhan-kebutuhan yang bersifat essensial bagi kehidupan anusia.[4] Maksudnya kemaslahatan-kemaslahatan yang kepadanya bersandar kehidupan manusia dan eksistensi masyarakat. Jika kemaslahatan itu tidak ada maka akan terjadi ketidakstabilan, kerusakan dan kesengsaraan di dunia dan akhirat. Seperti makanan, minuman dll

Penjelasan Al-Dharuriyat terbagi menjadi lima pokok yaitu :

a. Memelihara Agama

Memelihara agama dalam peringkat Al-Dharuriyat ini adalah memelihara dan melaksanakan Kwajiiban keagamaan yang masuk dalam kategori tingkat primer.[5] Seperti melaksanakan sholat lima waktu yang apabila sholat tersebut diabaikan maka akanterancamlah eksistensi agama tersebut.

b. Memelihara Jiwa

Memelihara jiwa dalam peringkat Al-Dharuriyat ini seperti memenuhi kebutuhan pokok berupa Mkann untuk mempertahankan hidup. Apabila kebutuhan pokok ini diabaikan maka akan berakibat rancamnya eksistensi jiwa manusia.

c. Memelihara Akal

Memelihara akal dalam peringkat Al-Dharuriyat ini seperti diharamkan meminum-minuman keras. Dan apabila ketentuan ini tidak diindahkan maka akan berakibat terancamnya eksistensi akal.

d. Memelihara Keturunan

Memelihara keturunan dalam peringkat Al-dharuriyat ini sebagaimana disariatkan nikah dan dilarang berzinah. Dan apabila kegiatan in diabaikan begitu saja maka akan berakibat eksistensi manusia akan terancam

e. Memelihara Harta

Adapun memelihara harta dalam peringkt Al-Dharuriyat adalah seperti tentang cara pemilikan harta dan larangan mengambil harta orang lain dengan cara yang tidak sah, Apabila aturan itu dilanggar maka akan berakibat akan terancamnya eksistensi harta.

2. Al-Hajiyat

Alhajiyat adalah perkara-perkara yang dibutuhkan manusia untuk menghilangkan kesulitan. Jika perkara-perkara itu tidak terwujud, maka tidak akan merusakan tatanan kehidupan, namun manusia akan mengalami kesulitan dan kesempitan. Dan Al-Hajiyat ini erat hubungannya dengan rukhsah atau keringanan dalam ilmu fiqih.

Penjelasan Al-Hajiyat ini terbagi menjadi lima kelompok yaitu :

a.       Memelihara Agama

Memelihara agama dalam peringkat Al-HAjiyat yaitu melaksanakan ketentuan agama denan maksud untuk menghindari kesulitan seperti shalat jama’ dan shalat qashar bagi orang yang sedang berpergian. Dan apabila ketentuan ini tidak dilaksanakan maka tidak akan mengancam eksistensi agama melainkan hanya akan mempersulit bagi orang yang melakukannya.

b.      Memelihara Jiwa

Memelihara jiwa dalam peringkat Al-Hajiyat ini seperti diperbolehkannya berburu binantang untuk menikmati makanan yang lezat dan halal. Dan apabila hal ini diabaikan maka tidak akan mengancam eksistesi manusia melainkan hanya mempersulit hidupnya.

c.       Memelihara Akal

Memelihara akal dalam peringkat Al-Hajiyat ini seperti dianjurkan untuk menuntut ilmu pengetahuan. Dan apabila sekiranya hal tersebut tidak dilakukan maka tidak akan merusak akal akan tetapi akan mempersulit dir seseorang dalam kaitannya dengan pengembangan ilmu pengetahuan.

d.      Memelihara Keturunan

Memelihara keturunan dalam peringkat Al-Hajiyat ini seperti ditetapkannya ketentuan menyebutkan mahar bagi suami pada waktu akad nikah dan diberikan hak yalaq padanya. Apabila mahar tersebut tidak disebutkan pada waktu akad maka suami akan mengalami kesulitan untuk itu ia harus membayar mahar misl. Sedangkan untuk masalah talaq, suami akan mengalami kesulitan apabila ia tidak menggunakan hak talaqnya padahal situasi rmah tangganya tidak harmonis lagi.

e.       Memelihara Harta

Memelihara harta dalam peringkat Al-Hajiyat ini seperti syari’at tentang jual-beli dengan cara salam. Apabila cara ini tidak dilakukan maka tidak akan mengancam eksistensi harta melainkan akan mempersulit orang yang memerlukan modal.




3.      Al-Tahsiniyyat

Al-Tahsiniyyat merupakan sesuatu yang menjadikan hidup manusia lebih pantas dan beradab.[6] Jika sesuatu itu tidak ada maka tidak akan merusak tatanan kehidupan serta tidak menyulitkan. Hanya saja akan mengurangi ketidakpantasan, etika dan fithrah.

Adapun penjelasan Al-Tahsiniyyat ini juga terbagi menjadi lima pokok yaitu :

a.       Memelihara Agama

Memelihara agama dalam peringkat Al-Tahsiniyyat ini adalah mengikuti petunjuk agama guna menjunjung tinggi martabat manusia sekaligus melengkapi pelaksanaan kewajiban terhadap Tuhan. Misalnya menutup aurat, baik didalam maupun diluar shalat, membersihkan badan, pakaian dan tempat. Hal seperti itu erat kaitannaya dengan akhlak terpuji. Dan apabila hal ini tidak mungkin untuk dilakukan maka hal ini tidak akan mengancam eksisitensi agama dan tidak pula mempersulit bagi orang yang melakukannya.

b.      Memelihara Jiwa

Memelihara jiwa dalam peringkat Al-Tahsiniyyat ini seperti ditetapkan tatacara makan dan minum. Hal ini hanya berhubungan dengan kesopanan dan etika dan sama sekkali tidak akan mengancam eksistensi jiwa manusia ataupun mempersulit kehidupan seseorang.

c.       Memelihara Akal

Memelihara akal dalam peringkat tahsiniyyat ini seperti menghindarkan diri diri dari menghayal atau mendengarkan sesuatu yang tidak berfaidah. Hali ini erat kaitannya dengan etika, dan tidak akan mengancam eksistensi akal secara langsung.

d.      Memelihara Keturunan

Memelihara keturunan dalam peringkat Al-Tahsiniyyat sebagaimana disyari’atkan khitbah dan walimah dalam perkawinan. Dan hal ini dilakukan dalam rangka melengkapi egiatan perkawinan. Apabila hal tersebut tidak dilakukan maka tidak akan mengancam eksistensi keturunan dan tidak pula mempersulit orang yang melakukan perkawinan.


e.       Memelihara Harta


Memelihara harta dalam peringkat Al-Tahsiniyyat ini seperti ketentuan tentang menghindarkan diri dari pengecohan atau penipuan. Hal ini erat kaitannya dengan bermuamalah atau etika bisnis. Dan hal tersebut juga akan berpengaruh kepada sah atau tidaknya jual-beli itu.





B. JENIS - JENIS KEMASLAHATAN


Dilihat dari segi kualitas dan kepentingan kemaslahatan itu, para ahli ushul fiqh membaginya kepada tiga macam, yaitu:

1. Maslahat al-Dharuriyah, 

yaitu kemaslahatan yang berhubungan dengan kebutuhan pokok umat manusia di dunia dan di akhirat. Kemaslahatan tersebut adalah memelihara agama, memelihara jiwa, memelihara akal, memelihara keturunan dan memelihara harta. Kelima kemaslahatan ini disebut dengan al-mashalih al-khamsah.

2. Maslahah al-Jajiyah,

yaitu kemaslahatan yang dibutuhkan dalam menyempurnakan kemaslahatan pokok (mendasar) yang berbentuk keringanan untuk mempertaruhkan dan memelihara kebutuhan mendasar manusia. Kemaslahatan ini dapat menghindarkan manusia dari kesulitan dalam hidupnya, misalnya adanya rukhsah dalam shalat dan jual beli pesanan (bay al-salam). Tidak terpeliharanya kelompok ini tidak mengancam eksistensi kelima pokok, tetapi hanya akan menimbulkan kesulitan bagi mukallaf.

3. Maslahah al-Tahsiniyyah, 

yaitu kemaslahatan yang sifatnya pelengkap berupa keleluasaan yang dapat melengkapi kemaslahatan sebelumnya. Kemaslahatan dalam kelompok ini menunjang peningkatan martabat seseorang dalam masyarakat dan di hadapan Tuhannya, sesuai dengan kepatutan, misalnya dianjurkan untuk melakukan ibadah-ibadah sunat.


Dilihat dari segi keberadaan maslahat menurut syara’ terbagai kepada:

1. Maslahah al-Mu’tabarah, 

yaitu kemaslahatan yang didukung oleh syara’. Maksudnya, adanya dalil khusus yang menjadi dasar bentuk dan jenis kemaslahatan tersebut. Misalnya tentang hukuman qishash yang tercantum di dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 178 dan pembebasan hukuman terhadap pencuri yang terdapat dalam al-Qur’an surat al-Ma’idah ayat 38. Kemaslahatan mu’tabarah dapat dijadikan landasan hukum.

2. Maslahah al-Mulghah, 

yaitu kemaslahatan yang keberadaannya ditolak oleh syara’, karena bertentangan dengan ketentuan syara’. Misalnya fatwa al-Laits ibn Sa’ad yang menetapkan hukuman puasa dua bulan berturut-turut bagi seorang raja (penguasa Spanyol) yang melakukan persetubuhan dengan istrinya di siang hari bulan Ramadhan. Menurut al-Laits ibn Sa’ad, bagi seorang raja, keharusan memerdekakan budak sebagai sanksi hukum tidak akan mampu memberikan dampak positif sehingga ia tidak menghormati bulan Ramadhan dan menjalankan ibadah puasa. Hal ini karena mudahnya seorang raja memerdekakan budak karena kondisi kehidupannya yang serba mewah. Karena itu keharusan berpuasa sebagai sanksi pada urutan kedua sebagaimana yang ditegaskan oleh nash harus dilakukan pelaksanaannya karena dapat mewujudkan kemaslahatan sebagai tujuan hukum. Hal ini menjadi sebab berkembangnya pendapat tentang penerapan hukum secara berurutan (tertib) atau takhyir (memilih) dari ketetapan hukuman tersebut.


3. Maslahah al-Mursalah,

yaitu kemaslahatan yang keberadaannya tidak didukung syara’ dan tidak pula dibatalkan atau ditolak oleh syara’ secara rinci. Maslahat ini dibutuhkan oleh situasi akibat ada hal-hal yang mendatang sesudah putus wahyu dan syara’ tidak menetapkan hukumnya dan tidak pula membatalkannya, ini dinamakan maslahat umum yang tidak diatur dalam nash. Misalnya membuat penjara, peraturan lalu lintas, pencatatan perkawinan sehingga apabila perkawinan tidak dicatatkan maka tidak diterima gugatan perkawinan tersebut.


C. TUJUAN PENERAPAN TEORI SHILHU

Ash-Shulh berasal dari bahasa Arab yang berarti perdamaian, penghentian perselisihan, penghentian peperangan. Dalam kazanah keilmuan, ash-shulhu dikategorikan sebagai salah satu akad berupa perjanjian diantara dua orang yang berselisih atau berperkara untuk menyelesaikan perselisihan diantara keduanya. Dalam terminologi ilmu fiqih ash-shulhu memiliki pengertian perjanjian untuk menghilangkan polemik antar sesama lawan sebagai sarana mencapai kesepakatan antara orang-orang yang berselisih.

Maka dari itu Tujuan dari Teori Ash-Shulh yaitu menciptakan Perdamaian, dalam syariat Islam perdamaian itu sangat dianjurkan. Sebab, dengan perdamaian akan terhindarlah kehancuran silaturahmi (hubungan kasih sayang) sekaligus permusuhan di antara pihak-pihak yang bersengketa akan dapat diakhiri.



D. PENGERTIAN MASALIH AL-MURSALAH dan URF

1. Urf

Secara etimologi, urf berarti “ sesuatu yang dipandang baik dan diterima oleh akal sehat”

Adapun „urf menurut ulama ushul fiqih adalah kebiasaan mayoritas kaum baik dalam  perkataan atau perbuatan. Dengan demikian, „urf itu mencakup sikap saling pengertian di antara manusia atas perbedaan tingkatan di antara mereka, baik keumumannya ataupun kekhususannya.


2. Maslahah Mursalah

Menurut bahasa, Masalih al-mursalah adalah :

mencari kemaslahatan ( yang mutlak) sedangkan menurut ahli ushul fiqh adalah suatu kemaslahatan dimana Syari‟ tidak mensyariatkan suatu hukum untuk merealisir kemaslahatan itu, dan tidak ada dalil yang menunjukkan atas pengakuannya atau  pembatalannya atau menetapkan hukum suatu masalah yang tidak ada nashnya atau tidak ada ijma‟nya, dengan berdasar pada kemaslahatan semata ( yang oleh syara‟tidak dijelaskan dibolehkan atau dilarang) atau bila juga sebagi menberikan hukum syara‟ kepada suatu kasus yang tidak ada dalam nas atau ijma‟ atas dasar memelihara kemaslahatan.



E. CARA MENETAPKAN KUALITAS HADIST

Dalam menentukan keshahihan matan hadits kriteria penentuannya antara lain: 

a. Sanadnya shahih, 
b. Tidak bertentangan dengan hadits mutawatir atau hadits ahad yang shahih, 
c. Tidak bertentangan dengan petunjuk Al-Qur’an, 
d. Sejalan dengan alur akal sehat, 
e. Tidak bertentangan dengan sejarah, 
f. Susunan pernyataan menunjukkan kenabian


F. ALASAN FUQAHA MENGGUNAKAN METODE IJTIHAD

Ijtihad yang dilakukan oleh fuqaha didasarkan kepada firman allah dalam surat Al-Hasyr ayat 2, 
yang bertujuan agar para mujtahid tidak gegabah dalam melakukan penggalian hukum islam,terutama untuk masalah-masalah yang baru yang dalil-dalilnya tidak terdapat didalam al-qur’an,as-sunnah,dan ijma’.


G. AYAT YANG MEWAJIBKAN ORANG BERIMAN BERPUASA ( TULIS TANGAN )

SURAH AL-BAQARAH : 183

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Artinya :

“Hai orang-orang yang beriman! diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa” 


H. MAKSUD DARI :

a. Istidal :


Istidlal Secara bahasa kata berasal dari kata : Istadalla, yang artinya: mintapetunjuk, memperoleh dalil, menarik kesimpulan.

Menurut Imam Abdul Hamid Hakim, 
istidlal adalah mencari dalil yang tidak ada pada nash Alquran dan al-Sunnah, tidak ada pada Ijma dan tidak ada pada Qiyas.

Definisi di atas menunjukan bahwa seorang mujtahid dalam memutuskan sesuatukeputusan hukum hendaklah mendahulukan Alquran, kemudian al- Sunnah, lalu al-Ijmaselanjutnya Alqiyas. Dan jika Ia tidak menemukan pada Alquran, al- Sunnah, Al-Ijma danQiyas, maka hendaklah mencari dalil lain ( Istidlal



b. Istisab :

Istishab secara bahasa berarti pengakuan terhadap hubungan pernikahan. Menurut istilah Ulama Ushul, ialah penatapan terhadap sesuatu berdasarkan keadaan yang berlaku sebelumnya hingga adanya dalil yang menunjukkan adanya perubahan tersebut. Atau menetapkan hukum yang sudah ditetapkan pada masa lalu secara abadi berdasarkan keadaan, hingga terdapat dalil yang menjunjukkan danya perubahan.

Istishab secara istilah adalah menetapkan hukum yang berlaku pada masa lalu untuk keberlakuan masa sekarang, karena tidak adanya pengetahuan yang merubahnya. 

Menurut Ibnu Qoyyim, istishab adalah menyatakan tetap berlakunya hukum yang telah ada dari suatu peristiwa, atau menyatakan belum adanya hukum suatu peristiwa yang pernah ditetapkan hukumnya. 

Menurut Asy-Syatibi, istishab adalah segala ketetapan yang telah ditetapkan pada masa lampau, dinyatakan tetap berlaku hukumya pada masa sekarang.

Dari pengertian istishab yang dikemukakan para ulama di atas, dapat dipahami bahwa istishab adalah :

a. Segala hukum yang telah ditetapkan pada masa lalu, dinyatakan tatap berlaku pada masa sekarang,       kecuali jika da yang telah mengubahnya.
b. Segala hukum yang ada pada masa sekarang, tentu telah ditetapkan pada masa lalu.



c. Qiyas :

1. Secara bahasa

Qiyas berasal dari bahasa arab yaitu قياس yang artinya hal mengukur, membandingkan, aturan. Ada juga yang mengartikan qiyas dengan mengukur sesuatu atas sesuatu yang lain dan kemudian menyamakan antara keduanya. Ada kalangan ulama yang mengartikan qiyas sebagai mengukur dan menyamakan.

2. Secara istilah

Pengertian qiyas menurut ahli ushul fiqh adalah menerangkan hukum sesuatu yang tidak ada nashnya dalam al-Qur’an dan hadits dengan cara membandingkannya dengan sesuatu yang ditetapkan hukumnya berdasarkan nash. Definisi lain dari qiyas menurut ahli ushul fiqh adalah menyamakan sesuatu yang tidak ada nash hukumnya dengan sesuatu yang ada nash hukumnya karena adanya persamaan illat hukum.

Menurut istilah ushul fiqh, sebagaimana dikemukakan Wahbah al-Zuhaili, qiyas adalah menghubungkan atau menyamakan hukum sesuatu yang tidak ada ketentuan hukumnya dengan sesuatu yang ada ketentuan hukumnya karena ada illat antara keduanya. 

Ibnu Subki mengemukakan dalam kitab Jam’u al-Jawami, qiyas adalah menghubungkan sesuatu yang diketahui kepada sesuatu yang diketahui karena kesamaan dalam illat hukumnya menurut mujtahid yang menghubungkannya. 

Selain pengertian di atas, banyak lagi pengertian qiyas lainnya diantaranya menanggungkan sesuatu yang diketahui kepada sesuatu yang diketahui dalam hal menetapkan hukum pada keduanya atau meniadakan hukum dari keduanya disebabkan ada hal yang sama diantara keduanya dalam penetapan hukum atau peniadaan hukum.

Berdasarkan pengertian-pengertian qiyas yang disebutkan di atas, maka dapat disimpulkan pengertian qiyas adalah menetapkan hukum suatu kejadian atau peristiwa yang tidak ada dasar nashnya dalam al-Qur’an dan sunnah dengan cara membandingkannya kepada suatu kejadian atau peristiwa yang lain yang telah ditetapkan hukumnya berdasarkan nash karena ada persamaan illat antara kedua kejadian atau peristiwa itu.



DEMIKIAN & SEMOGA BERMANFAAT

TTD

ANGGA NURDIANSYAH









MATERI KULIAH KRIMINOLOGI

MATERI KULIAH KRIMINOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH ACEH
FAKULTAS HUKUM '13

Silahkan  Klik Disini Untuk download




''SEMOGA BERMANFAAT''

DESAIIN RUMAH BAPAK ANTO

DESAIN RUMAH BAPAK ANTO
 ( ACEH TENGAH )













BAHAN AJARAN HUKUM PERBANKAN ISLAM

BAHAN AJARAN HUKUM  PERBANKAN ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH ACEH
FAKULTAS HUKUM ''13



a. Peran Bank Indonesia dalam pengawasan terhadap Bank
    Silahkan Klik Disini Untuk Download

b. Penanganan Kredit Bermasalah 
    Silahkan Klik Disini Untuk Mendownload

c. Perlindungan Hukum Bagi Nasabah Penyimpan Dana
     Silahkan Klik Disini Untuk Mendownload

d. Rahasia Bank
     Silahkan Klik Disini Untuk Mendownload

e. Tindak Pidana Perbankan
     Silahkan Klik Disini Untuk Mendownload